PsikologiToday – Pekan ini jagat raya kembali dihebohkan dengan kasus perselingkuhan yang menyeret sederet selebgram, Mantan wakil Ketua DPRD Sulawesi Utara hingga penyanyi religius berinisial NS.
Dalam sebuah laporan Psychology Today, relationship expert sekaligus terapis asal Amerika Serikat (AS), Robert Weiss Ph.D., MSW secara khusus membahas soal hal-hal yang bisa membuat seorang pria berselingkuh.
Dalam artikel tersebut dijelaskan jika alasan pria berselingkuh karena pemahaman yang rendah soal komitmen, karena pria tidak banyak memiliki hubungan yang mementingkan komitmen dalam hidup. Selain itu pria ingin meningkatkan rasa kepercayaan diri, terkadang pria mencari validasi dari wanita selain pasangannya untuk merasa diinginkan dan layak.
Pria memiliki masalah dan ingin mengakhiri hubungannya dan memutuskan sesuatu dia malah berselingkuh dan menunggu pasangannya mengajak berpisah. Jadi pria lebih memilih mengatur panggung, memupuk cinta dengan orang baru, meski masih menjalin hubungan dengan pasangan yang lama.
Lantas, mengapa wanita selalu dijadikan korban perselingkuhan? menurut survei Match.com, sebanyak 54 persen pria bisa dengan mudah jatuh cinta ke wanita. Hanya 44 persen wanita yang berlaku demikian. Hal ini diperkuat dalam penelitian terhadap 172 orang pria dan wanita dalam the journal of social psychology yang ditulis Marissa Harrison.
Perempuan dalam survey dikatakan lebih berhati-hati memilih pria lantaran mereka terlalu menghayati sebuah hubungan. Mereka juga memikirkan aspek jangka panjangnya. Berdasarkan data Komnas perempuan tercatat 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan selama 2016. Itu artinya, supremasi pria terhadap wanita sebagai pihak subordinat, karena budaya patriarki itu nyatanya telah menjadikan perempuan sebagai korban.
Hening Widyastuti selaku Psikolog Sosial mengatakan jika kasus perselingkuhan sudah terjadi sejak zaman dahulu dan menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan di semua negara, hal ini terjadi karena sifat dasar manusia yang serba ingin tahu atau kepo terhadap berbagai hal.
“Kita akan mencari lebih dalam kronologi terjadinya perselingkuhan ini. seperti mengapa hal itu terjadi? seperti apa kelanjutan hubungannya?,” ungkap perempuan kelahiran Solo tersebut.
Di masa pandemi ketertarikan akan isu perselingkuhan semakin kuat. Pasalnya masa pandemi yang dibarengi dengan penerapan protokol kesehatan membuat masyarakat berada dalam kondisi jenuh ditambah lagi dengan perekonomian yang menurun bisa menyebabkan stres dan depresi. alhasil topik perselingkuhan menjadi hiburan maryarakat.
Direktur Eksekutif komunikonten Institut Media Sosial dan Diplomasi Hariqo Wibawa Satria menilai fenomena umbar aib ini karena ketelodoran mereka. kalau sudah sampai ranah di internet, komunikasinya dari berbagai arah, yang mana malah melibatkan banyak pihak.
Tapi, di era sekarang, publik lebih senang memberikan sanksi sosial. Yakni, “memviralkan” di media sosial. Mereka lupa atas pertimbangan-pertimbangan lainnya yang justru jadi “bumerang”. (Jul)